Oleh: Zainal Abidin
"Dari pengagungmu, Zainal Abidin
Untuk Dindaku seorang.
Untuk Dindaku seorang.
Dengan kertas putih tak berharga ini, sirnalah seluruh keluh kesah serta sesak didada terwakilkan oleh torehan tinta hitam serta coretan-coretan tebal dengan segenap luapan rindu. Meski tanpa sadar telah menyita banyak waktu Dinda hanya untuk sekedar membaca sapaan hangatku, kutitip pula senyuman yang Dinda minta. Kuharap balasan senyuman manismu menjadi penyejuk kalbu dimana aku melihat jelas terang menderang dari kota sebrang bahwa engkau dan aku menjadi satu padu bak dahsyatnya ke-Maha Satu-an Tuhan".
Z-Styling - Begitulah sekilas penggalan kisah sastra lawas yang sebagian besar pernah ditulis dalam surat cinta pembuka, mulai dari kalangan remaja hingga dewasa, yang sering kita temui di tahun 90-an. Selembar kertas yang menjadi sangat ampuh mengobati berbagai macam luapan hasrat ini, mampu menjadikan kebiasaan dan melatih diri menjadi seorang penulis besar. Bahkan tak jarang seorang penulis menjadi terkenal dari selembar surat cinta dan tulisan-tulisan lain yang beraroma percintaan.
Seperti surat cinta Edgar Allen Poe kepada Frances Sargent Osgood dikutip dari Beritasatu, memang bukan perkara mudah menorehkan pena untuk menuliskan surat kepada orang tersayang. Apalagi mengurutkan huruf-huruf secara diagonal menjadi nama orang yang dituju. Penyair kenamaan asal Amerika, Edgar Allen Poe lebih terkenal akan kiprahnya sebagai cerpenis dan sebagai perintis cerita-cerita detektif fiktif. Namun, surat cinta tak lazim Poe kepada kekasihnya, Frances Sargent Osgood yang dibentuk dalam bentuk teka-teki juga cukup menarik perhatian banyak orang. Tak sedikit orang yang menggunakan teknik yang sama untuk meluluhkan hati kekasihnya.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pontensi orang-orang sekitar kita saat ini untuk menjadi seorang penulis kian turun drastis, perkembangan pesat globalisasi serta produk-produk teknologi yang terus bersaing antar perusahaan mampu merubah buku dan pena menjadi gadget dan sebangsanya. Bahkan anehnya lagi, smartphone yang dipercaya sebagai handphone pintar, justru tiga kali lipat dapat membuat semakin bodoh. Bagaimana tidak, jutaan status-status tak bermanfaat dan hasil foto selfie yang kerapkali kita temui dengan keterangan "2 detik yang lalu" atau "baru saja" diupload ke sosial media setiap harinya mengalahkan para penulis, penerbit media, pembaca berita dan surat kabar. Sehingga banyak waktu yang terbuang sia-sia.
Liputan6 dan Techinasia mencatat, perkembangan media sosial di Indonesia diprediksi akan semakin menjamur. Hal ini didorong dengan semakin banyaknya pengguna internet yang dapat mempunyai smartphone dengan harga yang sangat terjangkau sehingga bisa mudah untuk mengakses internet. Menurut data We Are Social, pengguna internet aktif di seluruh dunia ditahun 2015 mencapai angka 3,17 miliar. Dari tahun ke tahun, jumlah pengguna internet bertumbuh hingga 7,6 persen. Pertumbuhan pengguna internet ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pengguna media sosial dan mobile. Menurut laporan yang sama, pengguna media sosial aktif mencapai 2,2 miliar, sedangkan pengguna mobile mencapai 3,7 miliar. Pertumbuhan yang paling signifikan ditunjukkan oleh pengguna yang mengakses media sosial melalui platform mobile. Pengguna jenis ini bertumbuh hingga 23,3 persen, dan Indonesia menjadi paling banyak pengguna media sosial se Asia Tenggara.
Dari hasil data diatas cukup jelas bahwa potensi orang-orang disekitar kita saat ini, terutama pemuda-pemudi kita untuk menjadi seorang penulis berubah haluan. Generasi bangsa kini, untuk menyisakan waktu bereksperimen meskipun hanya sekedar menyalurkan "teks-teks kebaikan" serasa tidak ada manfaat dan nikmat tersendiri untuk menumbuhkan rasa "candu teks" kepada dirinya. Itu terjadi karena wabah teknologi salah dimanfaatkan. Akbibatnya, banyak generasi bangsa membanggakan ke-alay-annya sendiri, dari sok hebat berkirim pesan teks dengan gaya penulisan ala plat motor "M0e L4g1 4pa? Ud4h mak4n b3l0m?", hingga meng-upload foto selfie dengan latar belakang mobil dan motor pinjaman hanya agar terlihat keren dan macho. Akhirnya, banyak orang lain yang risih dan merasa terganggu terhadap kejadian memilukan ini, bukan malah cinta.
Generasi bangsa Indonesia bisa dikatakan terlahir dari tokoh-tokoh pemimpin yang juga seorang penulis, banyak karya nyata dipersembahkan untuk keelokan Indonesia atau untuk pembentukan prilaku sosial dan budaya serta budi pekerti. (Baca; tokoh-tokoh penulis). Tetapi bukan berarti wajib menulis surat cinta setiap hari, atau memilih berhenti menggunakan fasilitas sosial media dengan kecanggihan berbasis teknologi tersebut, beruapaya memaksimalkan potensi dengan "memintarkan diri dengan handphone pintar" adalah cara benar untuk tetap terus belajar menjadi seorang penulis guna menyiapkan diri untuk masa depan, menambah wawasan melalui membaca, mengumpulkan berbagai informasi, berkomunikasi sebagai media support, sehingga suasana tahun 90-an akan terasa kembali seperti penggalan surat cinta penutup ini.
"Dinda, cukup rasanya bahagiaku mengalir deras air-air haru. Aku cukupkan perjumpaan kita meski hanya melalui huruf tak beraturan yang jauh dari kesempurnaan. Tanganku buatan Tuhan, untukmu hanya sebagai perantara bahwa ia merestui cinta kita terpelihara. Cinta yang akan menggetarkan seluruh bangsa ini, cinta yang akan merubah garis tangan, cinta yang akan penuh dengan tulisan. Aku akan merindukanmu.
Yang mencintaimu, Zainal Abidin".
0 Response to Penulis Terkenal Berawal dari Sepucuk Surat Cinta
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah berkomentar.