Puisi: Sajak Kerinduan

Sajak Kerinduan

Ada sepasang mata yang diam-diam ingin menatap kesedihannya.
Ada sepasang rongga hidung yang diam-diam ingin menghirup aroma penderitaannya.
Ada sepasang bibir yang diam-diam ingin menyapa kening kesepiannya.
Ada sepasang telinga yang diam-diam ingin mendengar keluh kesahnya.
Ada sepasang tangan yang diam-diam ingin memeluk sedu sedanya.
Ada sepasang kaki yang diam-diam ingin melangkah menjemput kebahagiaannya.
Dan semua itu adalah rindu..

Sudah begitu lama ia aku sekap dalam ruang kosong nan gelap gulita. Isak tangisnya yang menyayat hati selalu terdengar oleh gendang telingaku, dengan lantang ia berkata kepadaku, "Lepaskan aku Tuan, aku mohon lepaskan aku, biarkan aku melangkah untuk menyeka air matanya".

Akupun berkata kepadanya, "Rindu.. Kau diam saja ditempat ini, kau telah dibohongi olehnya. Lihat.. Lihatlah.. Diam-diam ia membangun rumah mewah kebahagiannya bersama orang lain, lengkap dengan kilauan fasilitasnya. Rindu.. Bukan si kering kerontang seperti kau yang ia butuhkan dan bukan si miskin seperti kau yang ia harapkan. Rindu.. Apakah kau sudah lupa, bahwa ada hukum feodalisme yang masih berlaku di tanah pribumi ini, dimana si jelata tak boleh menjalin cinta bersama dengan si priyayi, karena itu hanya akan menjadi aib bagi sang Tuan Raja".

Sekarang ia hanya menjadi mahluk yang berselimutkan sunyi sepi, keterciptaannya hanyalah sesuatu yang tak dikehendaki olehnya. Suara hatiku berbisik, "Rindu.. Maafkan aku.. Maafkan aku yang tidak mampu membawa dirimu melangkah menuju kepadanya, mulai saat ini kamu harus melupakannya, kamu harus mengubur segala tentangnya, dan kamu harus mencari hakikat pemilikmu, karena hanya ia yang bisa melepas bebaskan dirimu dari sekapan ini".

Oleh: F Kalimosodo
Bondowoso, 18 Maret 2016.

0 Response to Puisi: Sajak Kerinduan

Posting Komentar

Terima kasih Anda telah berkomentar.